Dalam sejarah penggunaan kurikulum di Indonesia setelah merdeka, ada sepuluh kurikulum yang pernah dipakai yaitu kurikulum pasca kemerdekaan 1947, 1949, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan KBK yang disempurnakan menjadi kurikulum KTSP atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Pada setiap periode kurikulum yang pernah diberlakukan tersebut model konsep kurikulum yang digunakan, prinsip dan kebijakan pengembangan yang digunakan, serta jumlah jenis mata pelajaran berikut kedalaman dan keluasannya tidak sama.
Variabilitas kurikulum yang digunakan berimplikasi terhadap variabilitas penuangan mata pelajaran yang harus dipelajari. Secara umum bisa dijelaskan karena adanya substansi determinan atau landasan kurikulum yang digunakan tidak sama. Meskipun unsur-unsur umum determinan kurikulum itu sama yaitu faktor filosofis, sosiologis, psikologis, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun pada setiap masa memiliki suatu kecederungan tersendiri yang menjadi warna dominan dari kurikulum itu sendiri, sebagai alat pencapaian tujuan pendidikan. Perbedaan ini juga turut menentukan mata pelajaran apa saja yang harus dipelajari, juga prinsip-prinsip cara mempelajari mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum yang bersangkutan.
Landasan filosofis, berkaitan dengan pandangan hidup negara. Filosofis negara ini akan mengarahkan pada penentuan tujuan umum pendidikan nasional. Perbedaan filosofis negara, atau adanya perbedaan konsistensi pengamalan nilai-nilai filosifis akan mempengaruhi filsafat pendidikian dan filsafat kurikulum yang digunakan. Tentu ini pun akan mengarah pada susunan mata pelajaran yang harus dipelajari.
Landasan sosiologis, berkaitan dengan sistem nilai, norma, adat isitiadat, tata aturan bermasyarakat dan bernegara juga berpengaruh terhadap penggunaan sistem kurikulum. Dalam aspek sosiologis di dalamnya adalah sistem politik yang berlaku, ikut menentukan tentang apa yang harus dipelajari, kedalaman dan keluasannya, serta teknis pengembangannya.
Contoh ketika sistem politik negara menggunakan sistem sentralistik, maka pengembangan kurikulum didominasi oleh pemerintah pusat, kurang atau bahkan mungkin tidak melibatkan pemerintah daerah atau guru sama sekali. Namun ketika sistem politik berubah menjadi desetralisasi, kebijakan pengembangan kurikulum pun berubah, yang tadinya terpusat sebagian didesentralisasikan ke daerah (pemerintah daerah dan sekolah, guru).
Contoh lainnya, terdapat perbedaan kurikulum, jenis dan jumlah mata pelajaran antara negara yang demokratis dan negara yang tidak terlalu menonjolkan demokratis. Bahkan sesama negara demokratis pun masih terdapat variabilitas.
Determinan berikutnya yaitu unsur psikologis. Situasi kondisi sasaran kurikulum ikut mempengaruhi konsep dan model kurikulum. Akan terdapat perbedaan mata pelajaran, setidaknya tingkat kesulitan dan cakupannya, antara jenjang pendidikan satu dengan lainnya. Antara pendidikan normal dan pendidikan luar biasa.
Selain dari pada itu, pandangan psikologi atas bagaimana manusia belajar bermacam-macam, di antaranya ada behavioristik, kognitivistik, dan konstruktivistik. Ketiga jenis pandangan tersebut berbeda antara satu dengan yang lainnya. Penggunaan salah satu dari tiga pandangan atas belajar di atas, akan berpengaruh terhadap apa yang harus dipelajari dan bagaimana cara mempelajarinya.
Determinan terakhir yaitu bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan dan teknologi kurikulumnya itu sendiri. Kemajuan IPTEK akan melahirkan tuntutan untuk mempelajari IPTEK kontemporer. IPTEK kontemporer memiliki karakteristik tersendiri tentang bagaimana cara untuk mempelajarinya.
Uraian di atas, menjelaskan kepada kita bahwa perkembangan mata pelajaran dipengaruhi oleh model konsep kurikulum yang digunakan. Suatu jenis model kurikulum itu sendiri memiliki karakteristik disain (tujuan, materi, strategi, dan evaluasi) tersendiri.
Di bawah ini tabel perbandingan jurusan dan mata pelajaran yang hilang dan muncul pada kurikulum kurikulum 1964 sampai dengan KTSP.
Tabel 1 Perbandingan Jurusan dan Mata Pelajaranyang Hilang dan Muncul pada Kurikulum 1964 sampai dengan KTSP (Belen, 2007)
No. | Kurikulum | Jurusan yang hilang | Jurusan yang muncul | Mapel yang hilang | Mapel yang muncul |
1 | 1964 | Jurusan Budaya SMA | Prakarya | ||
2 | 1968 | Berhitung | Matematika Pendidikan Kesehatan Keluarga Kecakapan Khusus | ||
3 | 1975 | Jurusan Budaya SMA | SMA: Jurusan IPA, IPS, Bahasa. Jurusan Budaya menjadi jurusan bahasa | Bahasa Indonesia Tulisan Arab Bahasa Jawa Kuno | MunculBroadfield: Matematika, IPA, IPS Bahasa Indonesia,Civics menjadi PMP (Pendidikan Moral Pancasila) |
4 | 1984 | SMA: Program B (Vokasional) tak dilaksanakan. Jurusan IPS dan Bahasa tetap. Jurusan IPA di bagi dua: Jurusan ilmu-ilmu fisik dan jurusan ilmu-ilmu hayati. Jurusan Agama untuk Madrasah Aliyah. | Tata Buku. Pendidikan Keterampilan dan Pendidikan Seni tergabung menjadi Pendidikan Kertakes. Pada Pendidikan Bahasa Indonesia dikenalkan Pragmatic. | Akuntansi, Sosiologi, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), Tata Negara, Muatan Lokal, Keterampilan, Budaya. | |
5 | 1994 | Program B SMA, Jurusan Ilmu-ilmu Fisik dan Ilmu-ilmu Hayati digabung ke jurusan IPA. | Penjurusan di kelas 3 SMA: IPA, IPS, Bahasa. | Tata buku, Pendidikan Keterampilan dan Pendidikan Seni tergabung menjadi kertakes. Pada Pendidikan Bahasa Indonesia dikenalkan Pragmatic | PMP menjadi PPKn. B. Indonesia dan B. Inggris menggunakancommunicative approach. Muncul bahasa Jepang dan Mandarin. Muatan Lokal di SD dan SMP. |
6 | KBK | Jurusan Agama SMA | Penjurusan kembali ke kelas 2 SMA. Tematik untuk kelas I dan II SD. | PPKn menjadi PKn. Di SMA Antropologi digabungkan ke Sosiologi. Diberi jam untuk pembiasaan di SD dan SMP. Muatal lokal tak ditangani. | Bahasa Inggris SD dan Komputer SD menjadi pilihan. ICT di SMA. Konsep Kimia dimasukkan ke IPA. Konsep Sosiologi dimasukkan ke IPS. Pembiasaan di SD dan SMP. |
7 | KTSP | Tematik kelas I-III SD. | Antropologi terpisah dari Sosiologi di SMA. IPA dan IPS terpadu di SMP. Muatan Lokal dihidupkan lagi bahkan sampai SMA. Pengembangan Diri (Pembiasaan) bahkan sampai SMA. |
Tujuan dan Mata Pelajaran dalam KTSP
Tujuan pendidikan dalam KTSP menggunakan istilah kompetensi. Ada kompetensi lulusan, kompetensi rumpun mata pelajaran, kompetensi mata pe-lajaran, standar kompetensi, dan kompetensi dasar. Telah dijelaskan secara singkat di muka, bahwa untuk kompetensi lulusan dan kompetensi rumpun mata pelajaran akan dicapai oleh sejumlah mata pelajaran. Sedangkan untuk kompetensi mata pelajaran dicapai setelah dicapainya sejumlah kompetensi dasar.
Untuk mencapai kompetensi dasar, setiap kompetensi dasar yang ada dalam mata pelajaran harus diterjemahkan oleh guru di sekolah ke dalam bentuk indikator hasil belajar. Indikator hasil belajar ini merupakan gambaran tentang kemampuan-kemampauan yang lebih kecil, yang akumulasinya membentuk kompetensi dasar. Dengan kata lain indikator hasil belajar ini merupakan tujuan jarak dekat, yang akan dicapai oleh satu kali proses pembelajaran. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa indikator hasil belajar itu analog dengan tujuan pembelajaran khusus.
Diambil dari:
Surya Dharma, MPA., Ph.D. 2008. Pengembangan Mata Pelajaran dalam KTSP. (materi diklat pengawas sekolah). Jakarta:Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional.
0 comments:
Post a Comment