BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Hakekat
Teknologi Pendidikan
Kata teknologi sering dipahami oleh
orang awam sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan
permesinan, namun sesungguhnya teknologi pendidikan memiliki makna yang lebih
luas, karena teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia,
mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya (Hoba, 1977) kemudian pengertian
tersebut akan lebih jelas dengan pengertian bahwa pada hakikatnya teknologi
adalah penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam
tugas-tugas praktis (Galbraith, 1977). Keberadaan teknologi harus dimaknai
sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dan teknologi tidak
dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan dikembangkan untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka teknologi pendidikan juga dapat dipandang sebagai suatu produk
dan proses (Sadiman, 1993). Sebagai suatu produk teknologi pendidikan mudah
dipahami karena sifatnya lebih konkrit seperti radio, televisi, proyektor, OHP
dan sebagainya.
Sebagai sebuah proses teknologi
pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami
sebagai sesuatu proses yang kompleks, dan terpadu yang melibatkan orang,
prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisis masalah, mencari
jalan untuk mengatasi permasalahan,melaksanakan, menilai, dan mengelola
pemecahan masalah tersebut yang mencakup semua aspek belajar manusia (AECT,
1977).
Sejalan dengan hal tersebut, maka
lahirnya teknologi pendidikan lahir dari adanya permasalahan dalam pendidikan.
Permasalahan pendidikan yang mencuat saat ini, meliputi pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan, peningkatan mutu / kualitas, relevansi, dan efisiensi
pendidikan. Permasalahan serius yang masih dirasakan oleh pendidikan mulai dari
pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi adalah masalah kualitas, tentu saja
ini dapat di pecahkan melalui pendekatan teknologi pendidikan.
Terdapat tiga prinsip dasar dalam
teknologi pendidikan sebagai acuan dalam pengembangan dan pemanfaatannya, yaitu
: pendekatan sistem, berorientasi pada mahasiswa, dan pemanfaatan sumber
belajar (Sadiman, 1984). Prinsip pendekatan sistem berarti bahwa
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran perlu desain / perancangan dengan
menggunakan pendekatan sistem. Dalam merancang pembelajaran diperlukan
langkah-langkah prosedural meliputi : identifikasi masalah, analisis keadaan,
identifikasi tujuan, pengelolaan pembelajaran, penetapan metode, penetapan
media evaluasi pembelajaran (IDI model, 1989).
Prinsip berorientasi pada mahasiswa
berarti bahwa dalam pembelajaran hendaknya memusatkan perhatiannya pada peserta
didik dengan memperhatikan karakteristik,minat, potensi dari mahasiswa. Prinsip
pemanfaatan sumber belajar berarti dalam pembelajaran mahasiswa hendaknya dapat
memanfaatkan sumber belajar untuk mengakses pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkannya.Satu hal lagi lagi bahwa teknologi pendidikan adalah satu bidang
yang menekankan pada aspek belajar mahasiswa. Keberhasilan pembelajaran yang
dilakukan dalam satu kegiatan pendidikan adalah bagaimana mahasiswa dapat
belajar, dengan cara mengidentifikasi, mengembangkan, mengorganisasi, serta
menggunakan segala macam sumber belajar. Dengan demikian upaya pemecahan
masalah dalam pendekatan teknologi pendidikan adalah dengan mendayagunakan
sumber belajar.
Hal ini sesuai dengan ditandai
dengan pengubahan istilah dari teknologi pendidikan menjadi teknologi
pembelajaran. Dalam definisi teknologi pembelajaran dinyatakan bahwa ”
Teknologi pendidikan adalah teori dan praktek dalam hal desain, pengembangan,
pemanfaatan, mengelolaan, dan evaluasi terhadap sumber dan proses untuk
belajar” (Barbara, 1994)
Teknologi pendidikan dikembangkan
berdasarkan pada sejumlah asumsi tersebut di atas, diantaranya “pendidikan
dapat berlangsung secara efektif baik di dalam kelompok yang homogen,
heterogen, maupun perseorangan (individualized)”, dan “belajar dapat diperoleh
dari siapa dan apa saja, baik yang disengaja dirancang maupun yang diambil
manfaatnya”. Ini menunjukkan bahwa bila seseorang mempunyai kesadaran, dan
minat untuk belajar, dia dapat mengambil pelajaran dari siapa saja; tidak hanya
dari orang tua dan guru, melainkan juga dari teman sebaya, pemuka masyarakat,
dan anggota masyarakat.
2.2
Pengertian Teknologi Pendidikan
2.2.1 Teknologi
Pendidikan menurut Percival & Ellington, 1984 (Inggris)
Pada halaman 19 – 20 dari buku tentang “Educational
Technology”, mereka mengutip definisi Council for Educational Technology for
the UK, yang menjabarkan teknologi pendidikan sebagai pengembangan, penerapan dan evaluasi atas
sistem, tehnik, serta alat bantu untuk meningkatkan proses belajar
(manusia). Selain definisi ini, mereka
juga mencantumkan definisi yang berasal dari National Centre for Programmed
Learning, UK. Definisi tersebut berbunyi
antara lain “teknologi pendidikan adalah penerapan pengetahuan ilmiah mengenai
belajar dan kondisi belajar untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi
pengajaran dan pelatihan. Jika tidak
ada temuan atau prinsip ilmiah, maka teknologi pendidikan menggunakan tehnik
teruji secara empirik untuk meningkatkan proses belajar”.
Mereka berpendapat pola terapan teknologi
pendidikan terjadi berupa proses
berulang dan pendekatan sistem sebagai
alur berpikir dalam merancang situasi mengajar / belajar dan memanfaatkan
metode atau tehnik apa saja yang dianggap sesuai untuk pencapaian tujuan
belajar. Pendekatan sistem (dijelaskan
pada Kegiatan Belajar 2 modul ini) diharapkan agar dapat diselaraskan dengan
rancangan materi dan luwes terhadap perkembangan terbaru proses belajar serta
kemajuan di bidang pendekatan mengajar / belajar berikut metodenya.
2.2.2 Definisi
Teknologi Pendidikan / Instruksional Menurut Association for Educational Communications and Technology atau
AECT (Amerika Serikat)
Organisasi
profesi teknologi pendidikan tertua ini berulang kali merumuskan batasan yang
memadai mengenai teknologi pendidikan.
Beberapa definisi yang dianggap kokoh dan permanen diantaranya adalah
definisi yang diluncurkan oleh Komisi khusus AECT tahun 1977 dan definisi yang
diluncurkan oleh Seels & Richey tahun 1994 dan masih disponsori oleh
organisasi profesi ini. Berikut
rinciannya.
a. Rumusan Tahun 1972
“Teknologi pendidikan sebagai bidang
garapan yang terlibat dalam penyiapan fasilitas belajar (manusia) melalui
penelusuran , pengembangan, organisasi, dan pemanfaatan sistematis seluruh sumber-sumber
belajar; dan melalui pengelolaan seluruh proses ini”.Definisi di atas diambil
dan disarikan dari rumusan sebelumnya, yaitu tahun 1963, 1970, dan 1971. Sewaktu merumuskan definisi tadi, para pakar menyatakan
teknologi pendidikan sebagai bidang
garapan. Mereka berusaha mencari peluang
keahlian yang dapat dijadikan sebagai ‘pekerjaan’ dan mengembangkan keahlian
tersebut berdasarkan pengalaman kerja yang diperoleh.
b. Rumusan Tahun 1977
Definisi teknologi pendidikan berbunyi,
“….. proses yang rumit dan terpadu, melibatkan orang, prosedur, gagasan,
peralatan, dan organisasi untuk menganalisis dan mengolah masalah, kemudian
menggunakan, mengevaluasi, Modultp-DSP\home-modulkb1rev.doc 13 dan mengelola
seluruh upaya pemecahan masalahnya yang termasuk dalam seluruh aspek belajar
(manusia)”.
c. Rumusan Tahun 1994
Setelah 17 tahun menerapkan konsep yang
sama, akhirnya AECT melalui 2 anggotanya meluncurkan definisi terbaru. Rumusan tersebut berbunyi, “teknologi
instruksional merupakan teori dan terapan atas rancangan, pengembangan,
pemanfaatan, pengelolaan, serta evaluasi atas proses dan sumber-sumber belajar”.
Bidang garapan yang mencakup “lahan” pekerjaan yang dapat dilakukan dan
termasuk dalam lingkup teknologi pendidikan.
Menurut AECT (1994) bidang garapan teknologi pendidikan mencakup seperti
skema di bawah ini.
d. Rumusan Tahun 2004
Teknologi
pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran
dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan / memanfaatkan,
dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan
utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien
dan menarik/joyfull) dan meningkatkan kinerja.
2.2.3 Michael Molend
Menyela diantara
kekosongan selama 17 tahun, Molenda (1989) mencoba merumuskan teknologi
pendidikan sebagai “seni sekaligus ilmu
(pengetahuan) mengenai kegiatan merancang, memproduksi dan melaksanakannya dengan cara ekonomis
namun anggun / canggih, pemecahan masalah instruksional – dalam bentuk media
cetak atau media pandang-dengar, kuliah, atau keseluruhan sistem
instruksional – yang mengatur dan
mempersiapkan proses belajar dengan efisien dan efektif. Molenda menekankan perpaduan antara unsur
seni sekaligus ilmiah dalam menyelenggarakan proses belajar dengan cara
berhemat tetapi tidak mengesampingkan mutu hasil belajar.
2.2.4 Robert M Gagne
Bagi Gagne,
“teknologi Pendidikan menyangkut teknik praktis dari penyampaian instruksional
yang melibatkan penggunaan media. Tujuan
utama bidang teknologi pendidikan adalah meningkatkan dan memperkenalkan
penerapan pengetahuan tadi dan memvalidasikan prosedur dalam rancangan dan
penyampaian instruksional”. Gagne
menginginkan upaya pengolahan materi belajar menjadi prioritas agar interaksi
belajar terjadi. Interaksi
belajar timbul karena si belajar sedang menyerap materi dan
menginterpretasikannya sendiri – menulis kembali satu alinea, atau mengingat
rumus – bisa pula terjadi antara si belajar dengan orang lain, misalnya guru,
temannya, atau narasumber lain.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa teknologi pendidikan adalah kajian dan praktik untuk membantu
proses belajar dan meningkatkan kinerja dengan membuat, menggunakan, dan
mengelola proses dan sumber teknologi yang memadai.
2.3
Perkembangan
Teknologi Pendidikan
Perkembangan
teknologi pendidikan menjadi sangat singkat jika dihitung bagaimana jabatan dan
pola pikir telah dibawa bersama sama untuk menciptakan bidang galian dari
teknologi pendidikan . Peserta didik dari teknologi pendidikan sepanjang tahun
1960 pada umumnya mengikuti salah satu dari dua jalur berikut yaitu pendekatan
Audio Visual atau belajar terprogram yang masing masing telah dihubungkan
dengan sejumlah kerangka konseptual, adopsi praktis dari kegitan mereka,
pelatihan dan kepribadian mereka.
Bagaimana
gerakan terbentuknya teknologi pendidikan dimulai oleh salah satu pakar yaitu
Dr. James Finn, yang pada saat itu menjadi kepala devisi pendidikan audio
visual (DAVI), salah satu tulisan Finn yang terkenal adalah tentang Teknologi
dan Proses Pembelajaran. argument utamanya adalah bahwa dalam banyak bidang,
masyarakat Amerika Utara telah diubah oleh teknologi dan teknologi itu tak bisa
diacuhkan pengaruhnya terhadap pendidikan, cepat atau lambat.
Pada waktu itu
dua kecenderungan utama yang dapat membedakan tetapi mereka mengalirkan pada
arah kebalikan, yaitu : yang pertama adalah kecendrungan ke arah pembelajaran
teknologi masa , seperti dengan mencontohkan keunggulan televisi. Dan yang
kedua adalah kecendrungan ke arah individualisme.
Teknologi
Pendidikan muncul sebagai bidang studi dan kategori jabatan baru pada tahun
1960, tetapi sebelum itu banyak peristiwa sejarah yan menjadi dasar dari sebuah
pondasi teknologi pendidikan secara keseluruhan. Seperti perkembangan
Instruksional atau pengajaran. Disini penulis akan menuliskan lebih lanjut
mengenai sejarah perkembangan tersebut, menyangkut perkembangan Teknologi
Instruksional, terdapat beberapa pendapat mengenai hal tersebut, mereka
membaginya ke dalama beberapa periode, di antaranya Sebagai berikut :
Periode
1932 – 1959, Brown
(1984) membahas penjelasan yang dikemukakan Seattler sekitar perkembangan
teknologi instruksional. Seattler mengemukakan bahwa teknologi instruksional
memiliki dua landasan filosofis dan teoritis yang sangat berbeda,yaitu;
physical science dan yang kedua behavior sicence. Seattler menjelaskan bahwa
konsep ilmu pengetahuan alam tentang teknologi instruksional biasanya berarti
penggunaan ilmu pengetahuan alam dan teknologi rekayasa, seperti projektor,
tape recorder, televisi dan teaching mekanik untuk menyajikan sekolompok materi
instruksional., cirinya adalah bahwa konsep ini memandang berbagai media
sebagai pembantu untuk mengajar dan berkecendrungan untuk lebih memperhatikan
alat dan prosedur dari pada memperhatikan perbedaan individual siswa atau
materi pelajaran. Gagasan yang paling berpengaruh dan berakar pada konsep imu
pengetahuan alam tentang teknologi instruksional ialah memasukkan material
(audio visual) dan mesin (proyektor atau gambar hidup. dan mesin (proyektor
atau gambar hidup).
Periode
1970 – 1983, Mendekati akhir tahun 1970, muncul
kembali pendekatan kognitif dalam pembelajaran. Banyak ahli pikologi yang
mengusulkan hal tersebut, salah satunya Wittrock. Menurutnya penekatan kognitif
berimplikasi bahwa belajar dan pengajaran secara ilmiah akan lebih produktif
bila dipelajari sebagai sesuatu yang bersifat internal, yakni suatu proses
kognitif berperantara dari pada sebagai produk langsung dari lingkungan , orang
atau faktor eksternal lainnya.
Periode
1983 – muthakir, Pada masa ini berlangsung kekacau balauan
akibat pertengkaran dari landasan teoritik teknologi instruksional. Perbedaan
pendapat ini terutama dialamatkan kepada para perintis audio Visual. Seperti
Salomon, yang menganggap audio visual itu sebagai agen informasi dan bukan
sebagai stimulus yang langsung untuk respon tertentu. Lebih lanjut mereka
berpendapat bahwa media tidak lebih dari kendaraan yang mengangkut para ahli ke
konfrensi pemecahan masalah dan memberi sumbangan terhadap pemahaman para ahli
tentang masalah tersebut.
2.4
Peran
Teknologi Dalam Pengembangan Pendidikan
Penerapan teknologi pendidikan
dalam pendidikan hendaknya membuat proses pendidikan pada umumnya dan proses
belajar mengajar pada khususnya lebih efisien, lebih efektif dan memberikan
nilai tambah yang positif.
Efektif dan efesien berarti upaya
pendidikan yang dilakukan hendaknya dapat mencapai tujuan yang telah digariskan
dengan sedikit mungkin mengeluarkan biaya, tenaga, dan waktu. Kondisi seperti
tersebut di atas dimungkinkan karena teknologi pendidikan memiliki beberapa
potensi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ely dalam Sadiman (2000) sebagai
berikut:
2.4.1 Meningkatkan produktivitas
pendidikan
a. Mempercepat
laju belajar
Teknologi pendidikan sebagai media
pembelajaran akan membantu proses belajar menjadi lebih cepat dengan cara
memfokuskan informasi pada bagian yang penting yang akan disampaikan.
b. Membantu guru untuk menggunakan waktunya secara
lebih baik
Efisiensi
waktu memiliki hubungan yang berkesinambungan dengan laju proses pembelajaran.
c.
Mengurangi
beban guru dalam menyajikan informasi, sehingga guru dapat lebih banyak membina dan mengembangkan
kegairahan belajar anak. Dengan demikian guru akan lebih banyak berfungsi
sebagai manager pembelajaran.
2.4.2
Memberikan
pendidikan yang sifatnya lebih
individual
a.
Mengurangi kontrol guru yang kaku dan
konvensional,
Teknologi akan memfleksibelkan fungsi guru
karena guru tidak harus menjadi pusat pembelajaran melainkan menjadi
fasilitator dan konsultan dalam proses belajar
b.
Memberikan kesempatan anak belajar secara maksimal,
Anak harus belajar secara maksimal karena
dalam teknologi pendidikan siswa dituntut berperan aktif dalam proses
pembelajaran sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.
Dapat melayani karakteristik individu yang berbeda-beda,
karena adanya berbagai pilihan sumber belajar.
Karakter individu yang berbeda-beda tidak
menutup kemungkinan adanya penurunan minat belajar dengan media pembelajaran
yang monoton dan minim kreasi. Sehingga diperlukan media pembelajaran yang beragam
agar minat belajar siswa menjadi meningkat.
2.4.3
Memberikan dasar yang ilmiah pada pengajaran
a.
Perencanaan
program pengajaran yang lebih sistematis
Perencanaan program pengajaran menjadi
tersusun secara rapi dan sistematis dengan adanya bantuan teknologi. Sistem
operasi dan perangkat lunak yang ada memberikan fasilitas untuk memudahkan
penyusunan program.
b.
Pengembangan
bahan pengajaran yang dilandasi penelitian tentang perilaku manusia
Pengembangan bahan ajar disesuaikan dengan
cara penyesuaian perilaku,sikap dan nilai-nilai yang ada pada manusia. Sesuai dengan kodrat kita sebagai
sebagai makhluk berilmu, pengembangan bahan pengajaran sesuai dengan tingkat
kebutuhan seseorang.
2.4.4
Lebih
memantapkan pengajaran
a.
Meningkatkan
kemampuan guru dengan berbagai media komunikasi
Teknologi akan menjadi media komunikasi dalam
pengajaran. Guru akan dituntut dapat menguasai media tersebut. Agar guru tidak
kekurangan informasi dalam penyampain materi sehingga guru dapat memberikan
informasi yang luas untuk siswanya.
b.
Penyajian
data informasi secara lebih kongkrit
Penyajian data informasi harus sesuai
dengan kenyataan yang ada, sesuatu yang ilmiah haruslah di uji kebenarannya,
dan sesuatu yang sosial harus di sesuaikan dengan kondisi di lapangan.
2.4.5 2.4.5 Kemungkinan belajar secara seketika
a.
Mengurangi
jurang pemisah antara pelajaran di dalam dan di luar sekolah,
Dunia teknologi akan sangata berperan
dalam perluasan wawasan siswa tentang dunia luar. Berbagai macam teknologi
seperti media internet akan membawa siswa ke dunia yang belum pernah
dijelajahinya.
b.
Memberikan
pengetahuan langsung apa yang ada di luar sekolah dapat dibawa masuk ke kelas.
Pengetahuan yang ada di luar sekolah dapat
langsung disampaikan di kelas dengan cara membawa media pembelajaran yang
interaktiff untuk siswa baik dalam bentuk audio, visual, maupun audio-visual
(video).
2.4.6 Memungkinkan penyajian pendidikan secara
lebih luas, terutama dengan adanya media
a.
Pemanfaatan bersama secara lebih luas tenaga
atau kejadian yang langka
Dengan ada bangtuan dari teknologi segala
informasi yang terbaru dapat didapatkan dengan mudah. Dengan adanya banyak
jaringan sosial yang kita miliki maka, semua segala data informasi yang kita
inginkan dapat terpenuhi.
b.
Penyajian
informasi menembus batas geografis.
Pada
bagian ini siswa akan dituntut oleh guru untuk dapat mencari informasi
sedalam-dalmnya dan sebanyak-banyaknya. Sehingga diperlukan teknologi yang
canggih seperti internet untuk mencari informasi tersebut sehingga tidak ada
pembatasan geografis di dalamnya.
2.5
Dasar Pemikiran Perlunya Teknologi Dalam
Pendidikan di Indonesia
Mengingat begitu pentingnya peranan
kurikulum di dalam sistem pendidikan dan dalam perkembangan proses kehidupan
manusia, maka pengembangan kurikulum harus dikerjakan dengan teliti. Pengembangan kurikulum membutuhkan landasan
yang kuat dan didasarkan atas berbagai hal, misalnya landasan filosofis,
analisis, psikologis, empiris, politis dan lain sebagainya.
Dalam UU No.2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal
4 menegaskan paling tidak terdapat dua tujuan Pendidikan Nasional, yaitu
memiliki pengatahuan dan keterampilan. Menurut Soedijarto (1993: 70) pendidikan
nasional selain bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa masih dituntut pula
untuk : (1) meningkatkan kualitas manusia, (2) meningkatkan kemampuan manusia
termasuk kemampuan mengembangkan dirinya, (3) meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia, dan (4) ikut mewujudkan tujuan nasional. Dengan menyadari hal
tersebut, pengembangan kurikulum perlu selalu berorientasi pada perkembangan
zaman dan masyarakat.
Selanjutnya dalam pasal 37 UU No.2
Tahun 1989, menyiratkan kaidah-kaidah bahwa kurikulum harus dapat memberikan
suatu pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik untuk dapat: (1)
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan serta kemampuan
mengembalikan diri, (2) kemampuan akademik dan/atau profesional untuk
menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, maupun
untuk kesenian (Soedijarto, 1993: 47).
Sementara itu, Ki Hajar Dewantara
(1946: 15) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan faktor penting sebagai akar
pendidikan suatu bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam mengembangkan
kurikulum, kedudukan kebudayaan merupakan variabel yang penting.
Ahli lain seperti Print (1993 : 15)
menyatakan pentingnya kebudayaan sebagai landasan bagi pengembangan kurikulum
dan kurikulum adalah konstruksi dari suatu kebudayaan. Dari hal tersebut dapat
diartikan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan totalitas cara seseorang hidup
dan mengembangkan kehidupannya, sehingga ia tidak hanya menjadi landasan di
mana kurikulum dikembangkan, melainkan juga menjadi sasaran hasil pengembangan
kurikulum itu.
Winarno Surakhmad (2000: 4)
menyatakan bahwa kurikulum masa depan adalah kurikulum yang mengutamakan
kemandirian dan menghargai kodrat, hak, serta prestasi manusia. Ini berarti
dalam pengembangan kurikulum sesuatu yang konkret dan bersifat empiris dari
suatu komunitas sosial tidak dapat dipisahkan, di samping tuntutan kemampuan
masyarakat itu sendiri.
Dengan bercermin pada kondisi
masyarakat Indonesia saat ini yang
sedang ditempa oleh fenomena sosial yang amat besar, yaitu gelombang reformasi
dan isu-isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia dan lingkungan hidup maka
perlu kajian-kajian yang mendalam guna reposisi maupun reorientasi kurikulum.
Tuntutan masyarakat pada hakikatnya
adalah amat kompleks dan beragam, sebab hal ini erat kaitannya dengan kondisi
psikologis tiap-tiap individu. Perbedaan individu berhubungan dengan
perkembangannya, latar belakang sosial budaya, dan faktor-faktor yang dibawa
dari kelahirannya, merupakan hal-hal yaang perlu diperhatikan dalam
mengembangkan kurikulum.
Landasan lain yang diperlukan dalam
pengembangan kurikulum adalah teori belajar, yaitu tentang bagaimana peserta
didik belajar. Banyak sekali teori belajar yang dikenal saat ini. Teori-teori
tersebut dikembangkan terutama dari psikologi, Ratna Wilis Dahar (1989) antara
lain menyebutkan: (1) Behaviorisme Ivan Pavlov: Classical Conditioning; E.L.
Thorndike: Hukum pengaruh; B.F.Skinner: Operant Conditioning, (2) Cognitive (
Akomodasi dan Asimiliasi dari Piaget; belajar bermakna dari Ausubel; Skemat), dan
sebagainya tentu saja amat berguna dalam pengembangan kurikulum.
Marpaung (2000:2) dalam hasil
wawancaranya dengan guru antara lain menyebutkan bahwa apabila siswa ditanya
oleh guru dan apabila pertanyaan yang diajukan oleh guru agak sulit dan mereka
tidak yakin bahwa jawabannya benar maka mereka akan diam. Hasil penelitan
Munawir Yusuf (1997: iii) menyebutkan bahwa terdapat: (a) 68% siswa yang
mengalami kesulitan belajar membaca, (b) 71,8 % kesulitan belajar menulis, dan
(c) 62,2% kesulitan belajar berhitung. Dua contoh tersebut merupakan satu dari
masalah yang berkaitan dengan hal”bagaimana” seharusnya memperoleh perolehan
sehingga peserta didik diajak untuk berpikir dan menghayati bahan ajarnya.
Gencarnya perkembangan iptek
menuntut adanya manusia-manusia yang kreatif agar mereka dapat memasuki dunia
yang amat kompetitif. Berkaitan dengan hal tersebut, M.S.U. Munandar ( 1987:
56-59) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi
baru berdasarkan data, informasi, atau unsur yang ada.
Dari beberapa pemikiran yang telah
dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pengembangan kurikkulum Pendidikan
Teknologi untuk siswa di jenjang pendidikan dasar tampaknya merupakan salah
satu alternatif yang dapat mengatasi masalah berkaitan dengan pembudayaan
teknologi. Pendidikan teknologi pada hakikatnya merupakan materi pembelajaran
yang mengacu pada bidang-bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di mana peserta
didik diberi kesempatan untuk membahas masalah teknologi dan kemasyarakatan,
memahami dan menangani peralatan hasil teknologi, memahami teknologi dan dampak
lingkungan, serta membuat peralatan-peratalatan teknologi sederhana melalui
kegiatan-kegiatan merancang dan membuat
(BTE, 1998:7).
2.6
Dasar
Pertimbangan perumusan
Adanya rasa
tanggung jawab untuk menciptakan kehidupan bangsa yang cerdas, maka kurikulum
Pendidikan Teknologi untuk siswa jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP)
merupakan salah satu kurikulum yang “bertugas” menghidupkan budaya teknologi
dalam abad “teknologi” ini.
Di berbagai
negara dirasakan bahwa pendidikan teknologi perlu diperkenalkan pada peserta
didik sejak usia dini. Hal ini amat dibutuhkan, sebab dalam kehidupan di
sekitar umat manusia banyak sesuatu hal yang merupakan hasil teknologi.
Sathweld dan Gugger berpendapat bahwa (1) teknologi merupakan aplikasi
pengetahuan, (2) teknologi merpakan “application Based” karena merupakan
kombinasi dari pengetahuan, pemikiran, dan tindakan, (3) teknologi mengembangkan kemampuan manusia karna dengan
teknologi memungkinkan manusia mengadaptasi dan menata dunia fisik yang telah
ada, dan (4) teknologi berada dalam ranah sosial dan ranah fisik karenanya
dikenal adanya teknologi keras dan teknologi lunak.
Pertanyaannya
adalah, teknologi yang mana, teknologi yang bagaimana, dan teknologi untuk
siapa yang cocok dan tepat bagi anak seusia SD dan SMP. Dalam kaitan ini,
Soedijarto (2000: 81) memberi panduan bahwa materi apa pun yang dipelajari
siswa ukuran keberhasilannya adalah: (1) melahirkan manusia yang memiliki
kemampuan meningkatkan mutu kehidupan ( meningkatkan penghasilan dan daya beli,
meningkatkan kesehatan, dan berbagai diemensi kehidupan yang menunjukkan
kebermutuan kehidupan, dan (2) martabat manusia ( memperoleh kehidupan dan
pekerjaan yang layak).
Untuk
mencari “apa”nya pendidikan teknologi di pendidikan dasar, dapat menggunakan
pendekatan keempat model konsep pengembangan kurikulum, yaitu
Kurikulum subjek akademis, sebab pada
dasarnya teknologi ada sejak manusia itu ada, dan pengetahuan tentang teknologi
begitu banyak;
Kurikulum
humanistik, sebab pendidikan teknologi mengajarkan bagaimana setiap individu
dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya;
Kurikulum teknologi, sebab pendidikan
teknologi selain peserta didik memiliki kompetensi-kompotensi tertentu, juga
dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan pendakatan desain pembelajaran
tertentu;
Kurikulum rekonstruksi sosial, sebab
konsep pendidikan teknologi dapat dengan mudah terbentuk pada diri peserta
didik melalui aktivitas atau eksperimen (Confrey, 1990: 20). Hal ini dapat
dipandang bahwa peran interaksi sosial merupakan hal yang penting untuk
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum teknologi.
Diperuntukkan
kepada “siapa” pendidikan teknologi tersebut? Tampaknya teori perkembangan
Piaget dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan kurikulum pendidikan teknologi
di jenjang pendidikan dasar tersebut. Dalam teori Piaget dinyatakan bahwa
perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik. Menurut teori ini, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan intelektual yang dilalui peserta didik dan dibagi dalam empat
tahap, yaitu (1) tahap sensorimotor, ketika anak berumur 1,5-2 tahun, (2) tahap
pra operasional, ketika anak berumur 2/3-7/8 tahun, (3) tahap pra konkret,
ketika anak berumur 7/8-12/14 tahun, dan (4) tahap operasional formal, ketika
anak berumur 14 tahun ke atas ( Dahar, 1989: 149-165).
Selanjutnya,
teori ini juga menjelaskan bahwa proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga
tahap, yaitu (1) asimilasi, proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur
kognitif seseorang, (2) akomodasi,
proses kognitif seseorang dengan pengetahuan yang baru, dan (3) ekuilibrasi,
proses penyeimbangan mental setelah terjadi proses asimilasi dan akomodasi.
Pertanyaan
berikutnya adalah, bagaimana pula pembelajaran pendidikan teknologi
dilaksanakan di sekolah? UNESCO melalui the International Commission on
Education for the Twenty-first Century yang dipimpin oleh Jacques Delors
sebagaimana dikutip Soedijarto (2000: 85) menyatakan untuk memasuki abad ke-21
pendidikan perlu dimulai dengan empat pilar proses pembelajaran, yaitu (1)
learning know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live
together.Lebih lanjut Sodijarto
menyatakan bahwa pembelajaran ideal
ini dengan sendirinya akan selalu berorientasi pada kepentingan dan
kebutuhan peserta didik dan akan dapat menghasilkan manusia terdidik yang mampu
membangun masyarakatnya. Dengan demikian, peserta didik diharapkan akan
merasakan manfaat dari pendidikan.
Dengan adanya
suatu lembaga pendidikan yang dirasakan manfaatnya oleh peserta didik maupun,
kiprah dunia pendidikan akan dapat memperoleh dukungan dan peran serta aktif
dari peserta didik maupun masyarakat itu sendiri.
Dari beberapa
pertimbangan yang telah dikemukakan diatas maka dalam menentukan rumusan tujuan
pembelajaran dan bahan ajar, pendidikan teknologi atas hal-hal sebagai berikut.
a.
Rumusan
Tujuan
Tujuan
pendidikan teknologi hendaknya mengacu pada pencapaian tujuan Pendidikan
Nasional yang terdapat pada Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1989, yaitu untuk
mengembangkan manusia yang utuh, meliputi : (1) keimanan dan ketekwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, (2) sehat jasmani dan rohani,
(3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) berkepribadian yang mantap dan
mandiri, dan (5) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan
pendidikan teknologi hendaknya mengacu pula pada pencaian tujuan pendidikan
dasar yang terdapat pada Pasal 3 PP No. 27 Tahun 1990, yaitu untuk memberikan
bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
kehidupannuya sebagai: (1) pribadi, (2) anggota masyarakat, (3) warga Negara,
(4) anggota umat manusia dan (5) mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti
pendidikan menengah.
Tujuan
pendidikan teknologi hendaknya agar para lulusan di jenjang pendidikan dasar
memiliki kesadaran dan kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan
konsep-konsep teknologi beserta dampaknya, mampu mempergunakan produk teknologi
dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang disederhanakan dan
mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai teknologis.
b.
Pengembangan
Bahan Ajar
Bahan ajar dalam
pendidikan teknologi dikembangkan atas dasar (1) pokok-pokok bahasan yang
paling esensial dan representative untuk dijadikan objek balajar bagi
pencapaian tujuan pendidikan dan (2) pokok bahasan, konsep, serta prinsip atau
mode of inquiry, sebagai objek belajar yang memungkinkan peserta didik dapat
mengembangkan dan memiliki kemampuan untuk berkembang, mengadakan hubungan timbale
balik dengan lingkungan dan
memanfaatkannya untuk memecahkan masalah-masalah yang tidak teraralkan
(Soedijarto, 2000: 19-51).
Atas dasar
landasan pemikiran tersebut, maka ruang lingkupkajian pendidikan teknologi yang
dikembangkan dapat mencakup sebagai berikut:
Pilar
teknologi, yaitu aspek-aspek yang diproses untuk menghasilkan
sesuatu produk teknologi yang merupakan bahan ajar tentang materi/bahan, energy
dan informasi.
Domain
teknologi, yaitu suatu focus bahan kajian yang digunakan
sebagai acuan untuk mengembangkan bahan pengajaran yang terdiri atas:
a. Teknologi
dan masyarakat (berintikan teknologi untu kehidupan sehari-hari,industry,
profesi dan lingkungan hidup).
b. Produk
teknologi dan system (berintikan bahan, energy, dan informasi)
c. Perancanagan
dan pembuatan karya teknologi (berisikan
gambar dan
perancangan, pembuatan
dan kaji ulang perancangan).
d. Area
teknologi, yaitu batas kawasan teknologi dalam program pendidikan teknologi, hal ini anatara lain teknologi
produksi, teknologi komunikasi, teknologi energy dan bioteknologi.
Dengan ketiga
ruang lingkup ini, pada dasarnya dalam pembelajaran pendidikan teknologi
pesertaa didik akan memiliki kemampuan dalam hal : (1) menggunakan dan
memelihara produk teknologi, (2) menyadari tentang proses teknologi dengan
kerjanya, (3) menyadari dampak teknologi tehadap manusia, (4) mampu
menngevaluasi proses dan produk teknologi dan (5) mampu membuat hasil teknologi
alternative yang disederhanakan bahkan yang paling sederhana.
c.
Bahan
Ajar yang Pokok-pokok
Dari tujuan dan
lingkup pendidikan teknologi di atas, berikut adalah pokok-pokok bahan ajar
yang dianggap “ampuh” untuk perserta didik di jenjang pendidikan dasar
(BTE,1998), keterampilan dasar teknik, penjernihan air, bioteknologi,
pengelolahan macam-macam bahan, teknologi dan profesi, teknologi produksi,
persambungan dan penguatan kontruksi, konversi energy, prinsip-prinsip teknik,
system teknik (mesin dan reka cipta), transpormasi dan navigasi, teknologi dan
lingkungan hidup, instalasi listrik, komunikasi, computer dan teknologi
control, desain teknologi terapan, dan usaha milik sendiri.
d.
Pembelajaran
Agar perolehan
peserta didik menjadi bermakna, pendidikan teknologi harus dirancang dengan
pendekatan oembelajaran yang mengutamakan kemampuan memecahkan masalah, mampu
berpikir alternative dan mampu menilai sendiri hasil karyanya.
Hal ini selaras
dengan Soedijarto (2000:69) yang merekomendasikan bahwa untuk memasuki abad
ke-21 dalam proses pembelajaran diperlukan:
a. Learning
to know, yaitu peserta didik akan dapat memahami dan menghayati bagaimana suatu
pengetahuan dapat diperoleh dari fenomena yang terdapat dalam lingkungannya.
Dengan pendekatan ini diharapkan akan lahir generasi yang memiliki kepercayaa
bahwa manusia sebagai kalifah Tuhan di bumi diberi kemampuan untuk mengelola
dan mendayagunakan alam bagi kemajuan taraf hidup manusia.
b. Learning
to do, yaitu menerapkan suatu upaya agar peserta didik menghayati proses
balajar dengan melakukan sesuatu yang bermakna.
c. Learning
to be, yaitu proses pembelajaran yang memungkinkan lahirnya manusia terdidik
yang mandiri.
d. Learning
to live together, yaitu pendekatan melalui penerapan paradigma ilmu
pengetahuan, seperti pendekatan menemukan dan pendekatan penyelidik akan
memungkinkan peserta didik menemukan kebahagiaan dalam belajar.
2.7 Kecenderungan Teknologi Dunia Pendidikan di
Indonesia di Masa Depan (Informasi)
Berkembangnya
pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (Distance Learning).
Kemudahan untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh perlu dimasukkan
sebagai strategi utama.
a.
Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan / latihan dalam sebuah
jaringan
b. Perpustakaan dan instrumen pendidikan lainnya
(guru, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber informasi daripada sekedar
rak buku.
c.
Penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap
menggantikan TV dan Video.
Dengan
adanya perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan, maka pada saat
ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan
media internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat
nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah,
mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya, semuanya itu
sudah dapat dilakukan.
Faktor
utama dalam distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah tidak
adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media
internet sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa
baik dalam bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real
time dapat dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan
real audio atau real video, dan online meeting. Yang tidak real time bisa
dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup,
dan buletin board. Dengan cara di atas interaksi dosen dan mahasiswa di
kelas mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%. Bentuk-bentuk materi,
ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam
web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat di
download oleh siswa.
Demikian
pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan dengan
cara yang sama. Penyelesaian administrasi juga dapat diselesaikan langsung
dalam satu proses registrasi saja, apalagi di dukung dengan metode pembayaran
online.
Suatu
pendidikan jarak jauh berbasis web antara lain harus memiliki unsur sebagai
berikut:
Pusat
kegiatan siswa, sebagai suatu community web based
distance learning harus mampu menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan
mahasiswa, dimana mahasiswa dapat menambah kemampuan, membaca materi kuliah,
mencari informasi dan sebagainya.
Interaksi dalam grup,
Para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan
materi-materi yang diberikan dosen. Dosen dapat hadir dalam group ini untuk
memberikan sedikit ulasan tentang materi yang diberikannya.
Sistem administrasi mahasiswa,
dimana para mahasiswa dapat melihat informasi mengenai status mahasiswa,
prestasi mahasiswa dan sebagainya.
Pendalaman materi dan ujian,
Biasanya dosen sering mengadakan quis singkat dan tugas yang bertujuan untuk
pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada akhir masa
belajar. Hal ini juga harus dapat diantisipasi oleh web based distance learning
Perpustakaan digital,
Pada bagian ini, terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak terbatas pada
buku tapi juga pada kepustakaan digital seperti suara, gambar dan sebagainya.
Bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk database.
Materi online diluar materi kuliah,
Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan bacaan dari web lainnya.
2.8
Aplikasi Teknologi Perkembangan Pendidikan di
Indonesia
Aplikasi teknologi pada pendidikan
secara langsung akan mempengaruhi keputusan-keputusan tentang proses pendidikan
yang spesifik. Umpama : aplikasi itu mempunyai dampak penting terhadap isi (content) yang akan diajarkan, tingkat
standarisasi dan pemilihan isi, jumlah
dan kualitas sumber-sumber yang tersedia.
Masalah-masalah pokok yang dihadapi
pendidikan di Indonesia yang terpenting adalah mengenai : peningkatan mutu,
pemerataan kesempatan pendidikan, dan relevansi
pendidikan dengan pembangunan nasional. Demikian luas dan jauhnya
jangkauan yang hendak dicapai oleh
program pembangunan pendidikan kita, padahal di lain pihak sumber-sumber yang
tersedia bertambah terbatas dan langka.
Kenyataan-kenyataan yang
dikemukakan di atas menunjukkan bahwa pemecahan
masalah-masalah pendidikan kita membutuhkan alternatif-alternatif lain
disamping cara-cara penyelesaian yang konvensional yang dikenal selama ini. Berbagai
potensi yang dimiliki oleh teknologi dalam pendidikan lantas memungkinkannya
diajukan sebagai suatu alternatif untuk memecahkan masalah-masalah tadi. Secara
umum aplikasi teknologi dalam pendidikan
akan mampu :
a. Menyebarkan
informasi secara meluas, seragam dan cepat.
b.
Membantu, melengkapi dan (dalam hal
tertentu) menggantikan tugas guru.
c.
Dipakai untuk melakukan kegiatan
instruksional baik secara langsung maupun sebagai produk sampingan.
d.
Menunjang kegiatan belajar masyarakat
serta mengundang partisipasi masyarakat.
e.
Menambah keanekaragaman sumber maupun
kesempatan belajar.
f.
Menambah daya tarik untuk belajar.
g.
Membantu mengubah sikap pemakai.
h.
Mempengaruhi pandangan pemakai terhadap
bahan dan proses.
i.
Mempunyai keuntungan rasio efektivitas
biaya, bila dibandingkan dengan sistem tradisional. (Miarso, 1981)
Jika semula teknologi pendidikan
(dalam arti yang sangat terbatas) dipandang hanya berperan pada taraf
pelaksanaan kurikulum di kelas, konsepsi baru menghendaki teknologi pendidikan
sebagai masukan (input) bahkan sejak tahap perencanaan kurikulum.
Dengan demikian sudah sejak
perencanaan kurikulum harus pula dikaji dan ditentukan bentuk teknologi
pendidikan yang akan diterapkan. Pemilihan teknologi dalam pendidikan akan
membuka kemungkinan untuk lahirnya berbagai alternatif bentuk kelembagaan baru
yang menyediakan fasilitas belajar, disamping dapat melayani segala bentuk
lembaga pendidikan yang telah ada Misalnya kemungkinan bagi suatu bentuk
sekolah terbuka yang fasilitas dan tata belajarnya berbeda sekali dengan
sekolah konvensional, tetapi dengan hasil (output) yang sama.
Serangkaian kriteria pemanfaatan
teknologi dalam pendidikan, antara
lain: harus dijaga kesesuaiannya
(kompatibilitas) dengan sarana dan teknologi yang sudah ada, dapat
menstimulasikan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, serta mampu memacu
usaha peningkatan mutu pendidikan itu sendiri.
Dengan demikian, adanya penerapan
suatu teknologi dalam pendidikan akan sangat mungkin terjadi perubahan
besar-besaran dalam interaksi belajar mengajar antara sumbersumber belajar
dengan pelaku belajar. Salah satu kemungkinan perubahan tersebut adalah
penerapan dan perubahan teknologi dalam
pendidikan.
0 comments:
Post a Comment